Pernyataan Sikap PEMBEBASAN - Bebaskan & Hentikan Kriminalisasi Terhadap Fatia-Haris!

date
Dec 10, 2023
slug
pernyataan-sikap-bebaskan-fatia-haris
status
Published
tags
Sikap
summary
Kasus yang menjerat Fatia Maulidianti dan Haris Azhar berawal dari ekspresi yang disampaikan dalam sebuah siniar (podcast) di YouTube milik Haris yang melibatkan Fatia sebagai salah satu pembicara.
type
Post
Property
notion image
PERNYATAAN SIKAP
Bebaskan & Hentikan Kriminalisasi Terhadap Fatia-Haris!
Situasi demokrasi di Indonesia semakin lama semakin memprihatinkan, intimidasi dan brutalitas aparat kepolisian yang semakin masif terhadap elemen progresif rakyat yang menolak hak-hak sipil untuk dihilangkan. Dalam analisis Economist Intelligence Unit (EIU), untuk kawasan Asia Tenggara, Indonesia memiliki kualitas demokrasi yang masih (cacat), tertinggal dari Malaysia, Timor Leste, dan Thailand. Benar bahwa kita telah mengakhiri kediktatoran militer Soeharto dan melakukan reformasi di sejumlah medan, termasuk hukum, tetapi hal itu masih belum mampu menjamin bahwa rakyat Indonesia akan dapat menikmati hak-hak sipil, politik, sosial dan budaya dengan bebas tanpa diskriminasi, kriminalisasi dan kekerasan dari kepolisian dan tentara. Kasus penangkapan dan kriminalisasi terhadap aktivis masih sering terjadi di Indonesia, paling banyak dialami oleh rakyat Papua.
Kasus yang menjerat Fatia Maulidianti dan Haris Azhar berawal dari ekspresi yang disampaikan dalam sebuah siniar (podcast) di YouTube milik Haris yang melibatkan Fatia sebagai salah satu pembicara. Pembahasannya tentang hubungan konflik bersenjata dan bisnis pertambangan di Papua, yang berhasil diinvestigasi sejumlah organisasi masyarakat sipil pembela HAM dan lingkungan. Hasil riset itu yang menjadi basis analisis atas pengiriman, penempatan dan operasi militer, menyebut-nyebut Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan terlibat dalam bisnis pertambangan di sana. Pihak Luhut lantas melaporkan Haris dan Fatia kepada polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik. Kami menganggap hal tersebut merupakan bentuk pembungkaman ruang demokrasi yang dilakukan oleh aparatus negara Indonesia atas kebebasan berekspresi, yang seharusnya, dihormati sepenuhnya agar terlaksana dan dilindungi oleh negara.
Tindakan kriminalisasi terhadap Fatia dan Haris merupakan satu dari sekian banyak kasus pembungkaman terhadap suara-suara kritis rakyat Indonesia. Dengan memanfaatkan otoritas hukum, aparatus negara secara sewenang-wenang mengintimidasi, merepresi dan mengkriminalisasi para aktivis yang mencoba memajukan kualitas demokrasi. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, merupakan suatu undang-undang yang mengandung pasal-pasal karet dan multitafsir yang sering digunakan oleh penguasa dan aparat negara untuk mengkriminalisasi siapa pun yang mengekspresikan pendapat dalam ruang digital. Kita mengetahui secara bersama, seperti apa mekanisme dalam penyusunan undang-undang di Indonesia, sering kali tidak menghiraukan suara rakyat, apalagi menyusunnya secara partisipatif. Dalam logika negara, yang berhak dalam membuat undang-undang adalah yang memiliki kekuasaan. Seakan-akan, konsep bernegara dan cara bernegara yang ada di republik ini ditentukan oleh kalangan kapitalis dan birokrat-kapitalis.
Setidaknya kami sedikit memahami alur politik yang dipraktikkan oleh kapitalis-birokrat di Indonesia, yang pada dasarnya mereka hanyalah parasit dalam masyarakat, yang hidup dan berkembang atas hasil kerja-kerja kelas pekerja yang dipungut melalui pajak. Sedemokratik apa pun bentuk negara republik, dalam praktiknya tetaplah terjadi eksploitasi dan meluasnya penghilangan paksa hak-hak sipil dan politik terhadap masyarakat. Frederick Engels berulang kali menekankan bahwa “tidak hanya dalam kerajaan, tetapi juga dalam republik demokratis, negara tetap negara, yaitu mempertahankan ciri khasnya yang fundamental; mengubah pejabat-pejabat, abdi-abdi masyarakat, organ-organnya, menjadi tuan atas masyarakat.” V.I. Lenin pernah menyampaikan masalah negara dalam kuliah umum pertama setelah revolusi 1917 di Uni Soviet. Menurutnya, “Negara selalu merupakan suatu aparat tertentu yang dipisahkan dari masyarakat dan terdiri dari segolongan orang-orang yang semata-mata atau hampir semata-mata, atau terutama, sibuk dengan pekerjaan memerintah. Rakyat dibagi menjadi yang diperintah dan ahli-ahli dalam memerintah, mereka yang menempatkan dirinya di atas masyarakat dan dinamakan kaum yang memerintah, para wakil negara.”
Mereka yang menganggap diri sebagai suatu kelas di atas masyarakat (wakil negara), tentu akan melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan kekuasaan dan hak istimewa yang mereka dapatkan dari pencucian diri lewat aturan dan hukum. Termasuk mengerahkan aparat pemaksa (polisi, tentara, jaksa, hakim, dll.) untuk membungkam kebebasan ekspresi dan pendapat kritis dari aktivis-aktivis HAM, menciptakan undang-undang yang bersisi pasal-pasal karet demi mencucikan posisi mereka sebagai kelas penguasa. Masyarakat Indonesia telah melewati berbagai macam kekerasan dan kriminalisasi, entah itu melewati proses peradilan, atau bahkan tanpa proses peradilan. Ini akan jadi catatan yang buruk selama kelas borjuis nasional dan kapitalis-birokrat berkuasa. Mereka menjadikan negara sebagai alat untuk merepresi dan merawat dengan sangat baik kekerasan yang sangat brutal terhadap masyarakat sipil, menjadikan itu sebagai luka dan trauma yang belum terobati.
Hal yang lebih mengerikan tentu akan terjadi di Indonesia, ketika para aktivis pembela demokrasi dan HAM mulai dikriminalisasi dengan tuduhan yang tentunya bertentangan dengan yang mereka lakukan. Aparatus negara akan terus berupaya untuk terus mencederai dan merusak nilai-nilai demokrasi demi menutupi kejahatan kemanusiaan yang telah dilakukan secara sistematis atas nama kepentingan negara. Kasus-kasus kriminalisasi yang menimpa Fatia dan Haris tentunya akan terus terjadi dan menimpa siapa saja yang dianggap oleh pejabat negara hingga pihak perusahaan yang melawan segala bentuk pelanggaran HAM. Ekspresi yang disampaikan oleh Haris dan Fatia tentunya tidak bertentangan dengan hukum HAM nasional dan internasional, dan juga sebagai upaya untuk menanggulangi terjadinya pelanggaran HAM yang semakin meningkat.
Berdasarkan masalah yang terjadi di atas, kami dari PEMBEBASAN yang juga ikut tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil, mendesak:
Pertama, kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang mengadili dan memutus perkara kriminalisasi Fatia dan Haris untuk memutus bebas kedua aktivis tersebut dari segala tuntutan jaksa;
Kedua, aparat penegak hukum baik kepolisian dan kejaksaan untuk menghentikan segala bentuk kriminalisasi yang ditunjukkan kepada pembela HAM, aktivis dan masyarakat sipil yang menyuarakan pendapatnya demi kepentingan umum;
Ketiga, pemerintah untuk menghentikan segala bentuk dan upaya pembungkaman terhadap masyarakat sipil yang aktif menyuarakan pendapat kritisnya.
Kami Bersama Fatia-Haris
#kitaberhakkritis
BERSATU DAN BERJUANG UNTUK MEMBANGUN KEKUASAAN RAKYAT!

© PEMBEBASAN 2010 - 2024