Pernyataan Sikap: Demokrasi Di bawah Sepatu Lars
date
Sep 3, 2025
slug
Pernyataan-Sikap-Demokrasi-Di-Bawah-Sepatu-Lars
status
Published
tags
Sikap
summary
type
Post
Property
Pernyatan Sikap
"Demokrasi Dibawah Sepatu Lars"
Pada tanggal 1 September 2025, sekitar pukul 07.20 WITA, seorang anggota aktif PEMBEBASAN Koletif Kota Mataram yang berinisial P, hendak pulang dari kosan temannya. Di perempatan Lampu Merah Seruni, Kota Mataram, dia diberhentikan oleh dua orang Polisi lalu lintas karena tidak menggunakan helm. Dua Polisi tersebut bukannya menanyakan terkait pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh P, melainkan Polisi-polisi tersebut menginterogasinya, dengan sebuah pertanyaan yang berkaitan dengan aksi pembakaran Gedung DPRD Provinsi NTB. Tidak berselang beberapa lama interogasi dilakukan, P kemudian dibawa secara paksa, tanpa tahu alasanya, ke Polresta Kota Mataram.
Sesampainya di Polresta Kota Mataram, Polisi mulai melakukan interogasi dengan penyiksaan menggunakan setrum (listrik) agar tidak memiliki bekas. Polisi langsung menanyakan tujuan P (untuk menuduh) melakukan aksi demonstrasi pada tanggal 30 Agustus lalu, dan siapa saja teman-teman P yang ikut dalam aksi tersebut pada saat itu. Polisi menggunakan alat penyetrum untuk memaksa P menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan keinginan para Polisi. Setiap kali P menjawab pertanyaan yang di ajukan oleh Polisi, selalu disusul dengan penyetruman tubuh si P oleh Polisi. Begitu pun, ketika setiap kali Polisi bertanya kepada P, selalu di susul dengan penyetruman.
P diinterogasi dengan pertanyaan yang sama berulang-ulang, secara terus-menerus yang disertai dengan penyiksaan (penyetruman) sejak pukul 08.00 WITA, hingga adzan magrib (kira-kira pukul 18.00 WITA). P kemudian (diusir keluar dari ruangan intetogasi, sambil diintimidasi) dilepaskan dalam keadaan tubuh yang lemas tak berdaya, akibat penyikasaan yang dilakukan oleh Polisi saat diinterogasi. Perilaku tidak manusiawi dari Kepolisian Resort Kota Mataram ini, juga dilakukan terhadap beberapa orang-orang yang diculik dengan tuduhan yang sama, yaitu keterlibatan mereka dalam aksi protes pada tanggal 30 Agustus. Kami menilai tindakan yang dilakukan Kepolisian Resort Kota Mataram merupakan tindak asal tangkap untuk mecari “kambing hitam” karena ketidakmampuan mereka dalam mencari orang/dalang yang telah membakar Gedung DPRD Provinsi NTB.
Tindakan asal tangkap ini terus dilakukan di beberapa kota/daerah yang melakukan aksi, karena di tuduh telah memprovokasi massa untuk membakar fasilitas umum, kantor polisi, kantor DPR, penjarahan, dan penyebaran ujaran kebencian rasial yang dilakukan sepanjang aksi protes 25-31 Agustus. Hal ini dilakukan oleh Kepolisian Indonesia sebagai upaya untuk menakut-nakuti/meredam gerakan rakyat yang sedang meluapkan kemarahannya terhadap kebijakan pemerintahan Prabowo yang selalu menguntungkan para pejabat dalam kabinet Merah Putih, eks. koruptor, Polisi, Tentara, anggota DPR, dan para kroni-kroninya yang congkak. Sebagaimana tindakan asal tangkap yang dilakukan terhadap Direktur Lokataru, Admin Instagram Gejayan Memanggil, Admin Aliansi Mahasiswa Penggugat, dan Pendamping Hukum LBH Manado. Praktek asal tangkap selalu disertai dengan penganiayaan dan penyiksaan yang dilakukan Polisi terhadap kawan-kawan aktivis di berbagai kota tanpa alasan hukum yang jelas. Menurut Karopenmas Devisi Humas Polri ada sekitar 3.195 orang yang telahditangkap, meskipun ada beberapa orang yang sudah dibebasakan. Akan tetapi, menurut data yang telah dikumpulkan oleh YLBHI, diperkirakan jumlah orang yang ditangkap secara paksa oleh polisi sekitar 3.337 orang, dan itu terjadi di 20 kota. Diambah ada sekita 7 orang yang mati di bunuh oleh Polisi; ada yang ditembak saat aksi, dikeroyok, dan terkena gas air mata. Kemudian, Jaring mencatat ada sekitar 20 orang yang hilang. Hal ini kemungkinan pasti akan terus berlangsung, beriringan dengan aksi-aksi spontan (tanpa kepemimpinan) dan sporadis yang terjadi kedepannya. Mengingat, pada 30 Agustus, Prabowo sudah memberikan perintah kepada panglima TNI-POLRI untuk menindak dengan tegas siapa pun yang dianggap melanggar hukum saataksi. Lalu pada 1 September, Asisten Teritorial TNI telah mengirimkan surat kepada Generasi Muda Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-POLRI (GM FKPPI) di semua daerah agar menjadi bagian pasukan pengamanan masyarakat swakarsa (Pam Swakarsa). Dalamhal ini, secara tidak langsung Tentara dan Polisi akan menciptakan konflik horizontal.
Kami menolak segala bentuk militerisasi ruang-ruang publik dan lingkungan sosial yang dilakukan oleh TNI-POLRI. Sejak aksi protes yang menuntut pembubaran DPR berlangsung, TNI seolah-olah menjadi “penyelamat” yang datangmelindungi rakyat saat melawan Polisi, pada hal sesungguhnya TNI sedang memainkan peran ganda dalam masalah ini. Pertama menciptakan kondisi (muncul ditengah massa aksi) untuk mencari legitimasi agar kembali mengatur ruang-ruang (politik, ekonomi dan sosial) sipil. Disisi lain, Tentara menyamar untuk melakukan aksi provokasi-provokasi yang memperuncing kebencian massa aksi terhadap Polisi, hingga terjadi pembakaran, pengrusakan dan chaos. Tidakbisa dilupakan, tindakan dari Tentara yang telah (merampas) menerobos tanah-tanah rakyat di perkotaan dan hinggadipedesaan beberapa tahun lalu. Kemudian melakukankekerasan terhadap rakyat hanya karena memegang senjata.
Kami menilai protes-protes yang terjadi diberbagai daerah merupakan akumulasi kemarahan rakyat atas kebijakan pemerintahan Prabowo yang selama ini berpihak pada imperialis Amerika Serikat dan beberapa Oligarki Finansial (mafia-mafia pasar) yang menjarah tanah-tanah rakyat, menghancurkan hutan adat, PHK besar-besaran terhadap buruh, pengabaian terhadap guru, di tengah-tengah lapangan kerja yang sulit diakses, harga kebutuhan pokok yang makin mencekik serta pemberlakuan pajak secara paksa dengan pungutan yang sangat tinggi (hanya kepada rakyat saja). Memang pemicunya adalah kebijakan menaikan pajak menjadi 12% atas persetujuan Prabowo dan Sri Mulyani,lalu DPR-RI menjadikan jabatan hanya untuk memperkaya anggota-anggotanya, dengan cara menaikan tunjangan mereka (lebih dari Rp. 100 juta per bulan) di tengah pemborosananggaran belanja dan semakin bertambahnya utang negara (mencapai 10.000 Triliun). Namun, kita tidak bisa menghilangkan akar permasalahannya, yaitu pengontrolan kekuasaan politik Prabowo oleh Imperialis Amerika Serikat, China, dan Rusia, untuk mendapatkan bahan mentah/setengah jadi yang dimiliki oleh Indonesia, dengan harga murah. Yang berorientasi, untuk membantu negara-negar kapitalis dan imperialis dalam memonopoli pasar dunia.
Aksi protes yang berlangsung terus menerus selama seminggu terkahir harusnya diarahkan secara terpimpin, dan tetorganisir, agar berwatak revolusioner. Tidak cukup, ketika aksi tersebut hanya diarahkan kepada DPR dan Polisi. Melainkan, harus diarahkan ke pemerintahannya Prabowo secara tepat, yang saat ini sedang melayani imperialisme dan mementingkan pejabat-pejabat mereka. Singkatnya, semua produk kebijakan pemerintah telah menciptakan kesengsaraan rakyat. Hingga, memicu aksi-aksi di sekitar 30 kota.
Kami menyeruhkan kepada seluruh rakyat pekerja, mahasiswa dan pelajar yang sedang melakukan protes-protes diberbagai kota, agar lebih memajukan lagi gerakannya dengan mengkritik pemerintahan Prabowo beserta jajarannya untuk segera menghentikan kebijakan yang mengancam demokrasi rakyat, lalu membentuk komite-komite aksi di daerah desa hingga kota dan kampus-kampus, membangun persatuan yang luas demi membentuk kekuatan politik alternatif yang berprinsip anti-imperialisme, anti-militerisme, dan anti-rasisme, agar negara bisa dikuasai serta industri-indusrtrinya dikontrol langsung oleh rakyat secara demokratis. Tanpa itu semua, tidak akan ada perubahan yang terjadi. Sudah waktunya rakyat berpolitik untuk berkuasa secara mandiri, tanpa bergantung pada orang-orang yang korup dan menindas.
Kami, yang tergabung dalam Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional (PEMBEBASAN) mengecam dan menuntut kepada Prabowo, agar:
1. Bebaskan seluruh massa aksi yang ditangkap secara paksa diberbagai kota/daerah, tanpa syarat sekarang juga.
2. Hentikan segera, segala operasi TNI-POLRI yang mengancam kehidupan sosial, politik dan ekonomi rakyat di seluruh wilayah Indonesia.
3. Kembalikan Tentara ke Barak.
4. Hentikan segala kebijakan yang merugikan dan membebani rakyat Indonesia.
5. Berikan kebebasan beraspirasi, berorganisasi, berideologi dan berpolitik untuk rakyat sepenuhnya.
6. Segera adili dan penjarakan Polisi yang merepresi dan menembak mati para massa aksi.
7. Prabowo harus segera meminta maaf kepada rakyat Indonesia dan para massa aksi yang menjadi korban atas kebijakan yang dibuat selama berkuasa.
Jakarta, 3 September 2025