Pernyataan Sikap Mengutuk Represifitas Terhadap Mahasiswa Papua di Bali
Represifitas disertai dengan kekerasan kembali dilakukan oleh aparat keamanan bersama ormas reaksioner terhadap mahasiswa Papua di Bali.
Represifitas disertai dengan kekerasan kembali dilakukan oleh aparat keamanan bersama ormas reaksioner terhadap mahasiswa Papua di Bali.
“Indonesia adalah negeri budak. Budak di antara bangsa dan budak bagi bangsa-bangsa lain.” Begitu tulis Pramoedya Ananta Toer dalam salah satu karyanya “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”.
Aliansi Rakyat Bergerak mengadakan Aksi untuk memperingati momentum MayDay, Hari Pendidikan Nasional, dan 24 tahun Reformasi.
Sejumlah kebijakan yang anti-rakyat termanifestasi dalam penghapusan subsidi migas, privatisasi sektor publik, deregulasi, dan peningakatan devisa melalui perdagangan, Pajak, dan eksploitasi buruh migran. Maka kerjasama internasional CEPA, BRI, MEA, KTT G20 dan lainnya yang diiming-imingi oleh rezim menuju Indonesia maju justru menjadi malapetaka bagi rakyat Indonesia dengan menanggung hutang luar negeri, serta merasakan dampak dari inflasi dan kenaikan harga secara internasional.
Tidak berlangsung lama aparat kepolisian merangsek dan mengintimidasi masa aksi dengan membentak dan memaksa masa aksi membubarkan diri dengan alasan tidak ada surat pemberitahuan.
Sekitar 3 dari 10 kota yang menggelar aksi kemarin dibubarkan secara paksa oleh aparat keamanan. 3 kota itu, yakni Jayapura, Manokowari, dan Sorong.
Pada 16 Maret 2019, dalam rangka Hari Solidaritas Global untuk Venezuela, berbagai gerakan sosial dan politik di berbagai belahan dunia menggelar aksi solidaritas untuk Venezuela. Tidak terkecuali di Indonesia.
Selama bangsa West Papua masih menjadi bagian dari NKRI, maka selama itulah bangsa West Papua hidup dalam keterpurukan, kesedihan dan nihil akan kebahagiaan.
Massa rakyat memiliki landasan untuk terus berlawan karena berbagai masalah ketidaksejahteraan dan ketidakadilan yang dialami kian hari bukannya membaik, tapi semakin parah.
Berdasarkan keyakinan kami, pembangunan NYIA adalah kesalahan besar karena merugikan rakyat.
PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI) sepertinya tidak pernah bosan, dan konsisten mengganggu ketentraman hidup rakyat Kebon Jeruk, Bandung, dan konsisten merusak perekonomian rakyat miskin.
Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional (Pembebasan) mendukung tuntutan perjuangan buruh AMT yaitu
Bandung, 17 September 2017-Koalisi Rakyat Jawa Barat mengecam aksi blokade dan penyerbuan ke Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta di Jalan Diponegoro №74, Jakarta Pusat oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Sabtu (16/9). Aksi penyerbuan dan blokade ini terkait kegiatan Seminar Sejarah 65 dengan tema "Pengungkapan Kebenaran Sejarah 1965/66".
Ini ironis! Perlindungan atas hak berkumpul dan menyuarakan pendapat sudah jelas dinyatakan dalam konstitusi negara Indonesia yaitu pasal 28 UUD 1945. Dan bilamana ada upaya untuk membatasi kebebasan tersebut, maka pihak yang melakukan upaya pembatasan perlu membawa perintah pengadilan.
Sangat penting bagi kaum kiri untuk menilai lebih dalam, apa maksud-maksud dari kampanye ideologis kaum borjuis ini.
Kaum proletar tidak dapat mencapai kebebasan penuh sampai ia telah memenangkan kebebasan penuh untuk kaum perempuan. (Lenin)
Rabu kemarin, tanggal 9 November 2016, terjadi pelarangan terhadap buku-buku di lapak Perpustakaan Apresiasi yang digelar di selasar Gedung Manterawu (Gd. Dekanat) oleh pihak kemahasiswaan Universitas (Wakil Rektor IV Bidang Penelitian dan Kemahasiswaan). Buku tersebut di antaranya adalah Seri Orang Kiri Indonesia: Musso dan Njoto, dan Manifesto Partai Komunis. Semuanya adalah buku legal dan dapat didapatkan di toko buku populer.
Tepat ketika titik api kemerdekaan hendak dipadamkan, pada saat itulah kemerdekaan harus dimaknai dan direbut, dengan alat persatuan, solidaritas antar gerakan rakyat dan membangun gagasan-gagasan revolusioner sebagai satu-satunya jalan keluar yang paling memungkinkan bagi pembebasan rakyat Papua.
Secara hukum, negara tak sanggup membantah argumen dalam perspektif kemanusiaan. Ketidak-sanggupannya diekspresikan dengan cara-cara banal, anti demokrasi, kekerasan: pembubaran paksa acara-acara yang berbicara tentang penegakan HAM. Tak tanggung-tanggung. Melalui tangan ormas yang dungu, negara meminjam tangannya.
Belok Kiri.Fest adalah kerja kreatif kebudayaan dan intelektual yang digarap secara kolektif oleh kalangan muda negeri ini. Kerja ini adalah perayaan atas perjalanan sejarah gemilang bangsa kita, sejak kebangkitan semangat kebangsaan hingga perjuangan kemerdekaan melawan kolonialisme yang terjadi lebih dari tujuh dekade silam.
© PEMBEBASAN 2010 - 2023