Lenin: Tentang Masalah Dialektika

date
Oct 25, 2015
slug
lenin-tentang-masalah-dialektika
status
Published
tags
Artikel
summary
Terbagi duanya suatu kesatuan dan pengenalan atas bagian-bagian yang berkontradiksi (lihat kutipan dari Philo tentang Heraclitus pada awal Bagian III, "Tentang Pengenalan", dalam buku Lassalle tentang Heraclitus) adalah hakekat (salah satu "yang hakiki", salah satu karakteristik atau ciri yang pokok, jika bukan yang terpokok) dialektika.
type
Post
Property

Terbagi duanya suatu kesatuan dan pengenalan atas bagian-bagian yang berkontradiksi (lihat kutipan dari Philo tentang Heraclitus pada awal Bagian III, “Tentang Pengenalan”, dalam buku Lassalle tentang Heraclitus) adalah hakekat (salah satu “yang hakiki”, salah satu karakteristik atau ciri yang pokok, jika bukan yang terpokok) dialektika. Justru demikianlah Hegel juga mengajukan masalah itu (Aristoteles di dalam “Metafisika”-nya senantiasa bergumul di sekitar itu dan berjuang melawan Herackitus dan ide-ide Heraclitus).
Kebenaran segi isi dialektika ini harus diuji oleh sejarah ilmu. Biasanya segi dialektika ini tidak cukup mendapat perhatian (umpamanya, pada Plekhanov): kesamaan dari segi-segi yang bertentangan diambil sebagai jumlah contoh-contoh [“umpamanya, benih”; “umpamanya, komunisme primitif”. Demikian juga pada Engels. Tetapi itu untuk “kepentingan popularisasi ….”], tetapi bukan sebagai hukum pengenalan (dan sebagai hukum dunia objektif).
Dalam matematika: + dan -, diferensial dan integral.
Dalam mekanika : aksi dan reaksi.
Dalam fisika : listrik positif dan listrik negatif.
Dalam ilmu kimiah: persenyawaan dan penguraian atom-atom.
Dalam ilmu sosial : perjuangan klas.
Kesamaan dari segi-segi yang bertentangan (mungkin, akan lebih tepat dikatakan “kesatuan” mereka ? meskipun perbedaan antara istilah kesamaan dan kesatuan disini tidaklah istimewa pentingnya. Dalam pengertian tertentu kedua-duanya benar) adalah pengakuan (penemuan) adanya tendens-tendens yang berkontradiksi, saling menyisihkan dan berlawanan didalam segala gejala dan proses alam (termasuk jiwa dan masyarakat). Syarat bagi pengetahuan tentang semua proses dunia dalam “gerak sendiri” mereka, dalam perkembangan spontan mereka, dalam kehidupan nyata mereka, adalah pengetahuan tentang mereka sebagai kesatuan dari segi-segi yang bertentangan. Perkembangan adalah “perjuangan” dari segi-segi yang bertentangan. Dua konsepsi yang pokok (atau dua konsepsi yang mungkin ? atau dua konsepsi yang tampak dalam sejarah ?) tentang perkembangan (evolusi) ialah: perkembangan sebagai pengurangan dan penambahan, sebagai pengulangan, dan perkembangan sebagai kesatuan dari segi-segi yang berlawanan (terbagi-duanya suatu kesatuan atas segi-segi yang berlawanan yang saling menyisihkan dan saling berhubungan antara mereka).
Dalam konsepsi pertama tentang gerak, gerak sendiri, tenaga penggeraknya, sumbernya, motifnya, tetap tersembunyi (atau sumber ini dipindahkan keluar — Tuhan, subjek, dan sebagainya). Dalam konsepsi kedua perhatian utama justru ditujukan terhadap pengetahuan tentang sumber gerak “sendiri “.
Konsepsi yang pertama mati, pucat, kering. Yang kedua — hidup. Hanya yang kedua lah yang memberikan kunci untuk “gerak sendiri” dari segala sesuatu yang ada; hanya itu lah yang memberi kunci untuk “lompatan-lompatan”, untuk “terputusnya keberangsur-angsuran”, untuk “perubahan menjadi segi kebalikannya”, untuk hancurnya yang lama dan munculnya baru.
Kesatuan (kesesuaian, kesamaan, keseimbangan-aksi) segi-segi yang berlawanan adalah bersyarat, sementara, tak kekal, relatif. Perjuangan segi-segi yang berlawanan yang saling menyisihkan adalah mutlak, sebagaimana juga perkembangan dan gerak adalah mutlak.
N.B. Kebetulan, bedanya subjektivisme (skeptisisme[1] dan sofistri[2], dan sebagainya) dari dialektika, yalah bahwa dalam dialektika (objektif) perbedaan antara yang relatif dengan yang mutlak adalah relatif. Bagi dialektika objektif, didalam yang relatif ada yang mutlak. Bagi subjektivisme dan sofistri yang relatif hanyalah relatif dan menyisihkan yang mutlak.
Marx di dalam “Kapital” pertama-tama menganalisa hubungan yang paling sederhana, paling biasa, paling pokok, paling umum, paling bersifat sehari-hari didalam masyarakat burjuis (masyarakat barang-dagangan), hubungan yang dijumpai bilyunan kali — pertukaran barang-dagangan. Didalam gejala yang sangat sederhana ini (di dalam “sel” masyarakat burjuis ini) analisa menyingkapkan semua kontradiksi (atau benih-benih semua kontradiksi) masyarakat modern. Pembahasan selanjutnya menunjukkan kepada kita perkembangan (baik pertumbuhan maupun gerak) kontradiksi-kontradiksi ini dan masyarakat ini, dalam jumlah (aslinya Sigma dalam abjad Yunani) dari bagian-bagiannya yang tersendiri-sendiri, dari awal sampai akhir.
Demikian pulalah seharusnya metode pembahasan (atau studi) dialektika pada umumnya (karena bagi Marx, dialektika masyarakat burjuis hanyalah suatu dialektika dalam kejadian khusus). Mulailah dari apa yang paling sederhana, paling biasa, paling umum terlihat dan sebagainya, dari kalimat apa saja pun yang dikemukakan: daun pohon adalah hijau; Iwan adalah manusia; Zhucyka adalah anjing dan sebagainya. Disini pun sudah ada dialektika (sebagaimana secara zenial telah diperhatikan oleh Hegel): yang khusus adalah yang umum (bandingkan dengan Metafisika Aristoteles, terjemahan Schwegler, jilid II, halaman 40, Buku ke 3, Bab 4, 8–9: “denn naturlich kann man nicht der Meinung sein, dasz es ein Haus — rumah pada umumnya — gebe auszer den sichtbaren Hausern”, “sebab, tentu saja kita tidak dapat mempunyai pendapat bahwa ada suatu rumah — pada umumnya — selain daripada rumah-rumah yang kelihatan”). Artinya, segi-segi yang bertentangan (yang khusus bertentangan dengan yang umum) adalah sama: yang khusus tidak ada selain dalam hubungan yang membimbing menuju yang umum. Yang umum ada hanya didalam yang khusus, dan melalui yang khusus. Setiap yang khusus (bagaimana pun juga) adalah yang umum. Setiap yang umum adalah (bagian kecil atau suatu segi atau hakekat) dari yang khusus. Setiap yang umum hanyalah kurang-lebih mencakup semua hal-hal yang khusus. Setiap yang khusus masuk secara tidak sepenuhnya kedalam yang umum dan sebagainya dan sebagainya. Setiap yang khusus dihubungkan dengan yang khusus-khusus jenis lainnya (benda-benda, gejala-gejala, proses-proses) dan sebagainya oleh ribuan peralihan. Di sini sudah ada unsur-unsur, benih-benih, pengertian-pengertian keharusan, hubungan objektif dalam alam dan sebagainya. Disini sudah kita dapati kebetulan dan keharusan, gejala dan hakekat, karena ketika kita mengatakan: Iwan adalah manusia, Zhucyka[3] adalah anjing, Ini adalah daun pohon dan sebagainya, kita mengabaikan serentetan ciri-ciri sebagai yang kebetulan, kita memisahkan yang hakekat dari gejala, dan mempertentangkan yang satu terhadap yang lain.
Jadi, dalam perumpamaan apa-saja pun dapat (dan harus), menyingkap benih-benih semua unsur dialektika sebagaimana halnya didalam “inti” (“sel”), dengan demikian menunjukkan bahwa dialektika terkandung dalam seluruh pengetahuan manusia pada umumnya. Dan ilmu alam menunjukkan kepada kita (dan sekali lagi itu harus ditunjukkan dalam contoh apa-saja pun yang paling sederhana) alam objektif dalam kwalitas-kwalitas yang sama, perobahan yang khusus menjadi yang umum, yang kebetulan menjadi yang keharusan, peralihan-peralihan, perpindahan-perpindahan, saling hubungan dari segi-segi yang bertentangan. Dialektika adalah teori pengetahuan (Hegel dan) Marxisme: terhadap “segi” persoalan inilah (itu bukan “segi” persoalan, tetapi hakekat persoalan) Plekhanov tidak menaruh perhatian, apalagi kaum Marxis lainnya.
“”
Pengetahuan digambarkan dalam bentuk serangkaian lingkaran, baik oleh Hegel (lihat Logika) — maupun oleh Paul Volkmann (lihat bukunya Erkenntnistheoretische Grundzuge, S.) seorang “epistemolog” modern ilmu alam, seorang eklektik[4], dan musuh Hegelianisme (yang tidak difahaminya !).
“Lingkaran-lingkaran” dalam filsafat : [diharuskankah kronologi mengenai tokoh-tokoh ? Tidak !] Kuno : dari Democritus hingga Plato dan hingga Dialektika Heraclitus. Renaissance : Descartes lawan Gassendi (Spinoza ?) Modern : Holbach — Hegel (lewat Berkeley, Hume, Kant). Hegel — Feurbach — Marx.
Dialektika sebagai pengetahuan yang hidup, banyak-segi (dengan jumlah segi yang secara abadi bertambah) dengan variasi yang takterbatas dari setiap metode pendekatan dan setiap pendekatan ke kenyataan (dengan suatu sistim filsafat yang tumbuh menjadi satu keseluruhan dari tiap-tiap variasi) demikianlah isi yang tak terukur kayanya dibandingkan dengan materialisme “metafisik”, yang kemalangan fundamentalnya yalah ketidak-mampuan menggunakan dialektika pada Bildertheorie[5], pada proses dan perkembangan pengetahuan.
Dari segi pandangan materialisme yang kasar, sederhana, metafisik, idealisme filsafat hanya omong-kosong. Sebaliknya dari segi pandangan materialisme dialektik , idealisme filsafat adalah perkembangan (penggembungan, pembengkakan) satu-segi , yang dibesar-besarkan, uberschwengliches (Dietzgen)[6], salah satu segi dari ciri-ciri, segi-segi, batas-batas pengetahuan, menjadi kemutlakan yang terlepas dari materi, dari alam, yang percaya pada kekuatan gaib. Idealisme adalah obskurantisme Klerikal[7]. Benar. Tetapi ( “lebih tepat” dan “selain ini daripada itu “) idealisme filsafat adalah jalan menuju obskurantisme klerikal melalui salah satu varIasi pengetahuan (dialektik) manusia yang tak terbatas rumitnya.
Ini perumpamaan.
Ditulis tahun 1915. Diterbitkan untuk pertama kali dalam tahun 1925 dalam majalah Bolsyewik No 5–6. Catatan:
Pengetahuan manusia bukanlah (atau tidak mengikuti) garis-lurus, tetapi garis lengkung yang secara tak terhingga mendekati serangkaian lingkaran, spiral. Setiap potongan, patahan, potongan-kecil dari garis-lengkung itu dapat diubah (diubah secara satu segi) menjadi garis-lurus yang berdiri sendiri, lengkap, yang kemudian (jika orang hanya melihat pohon-pohon saja tetapi tidak melihat hutannya) membimbing ke rawa, ke obskurantisme klerikal (dimana ia diperkuat oleh kepentingan klas dari klas-klas yang berkuasa). Kegaris-lurusan dan kesatu-segian, kekakuan dan sifat membatu, subjektivisme dan kebutaan subjektif, voila (inilah) akar-akar epistemogi idealisme. Dan obskurantisme klerikal (idealisme filsafat), sudah tentu mempunyai akar-akar epistemologi, ia bukannya tak mempunyai dasar, tak dapat disangkal ia adalah bunga mandul, tetapi bunga mandul yang tumbuh pada pohon hidup pengetahuan manusia, pengetahuan yang hidup, berguna, murni, perkasa, mahakuasa, objektif, mutlak.
[2] Sofistri: Metode pembahasan yang didasarkan atas pandangan sofisme. Sedang sofisme adalah pandangan yang secara formal tampaknya benar, tetapi pada hakekatnya adalah kesimpulan yang bohong, yang didasarkan pada pilihan-pilihan yang diambil secara tidak benar dari situasi yang sedang berjalan, dengan jalan di- karang-karang sebelumnya. [3] Zhucyka: Nama anjing yang populer di Russia, seperi halnya di negeri kita “Si Hitam”, “Si Belang”. [4] Eklektik: Cara menganalisa suatu gejala dalam alam atau masyarakat yang hanya memilih satu atau beberapa segi, atau pihak, atau sifat-sifat dan yang untuk sebagian besar atau semata-mata berpedoman pada yang lazim, atau yang paling sering diketahui. [5] Bildertheorie: Teori refleksi, teori pencerminan, atau pemantulan. [6] Uberschwengliches: Yang dimaksud dengan istilah ini oleh Dietzgen yalah: yang dibesar-besarkan, di luar ukuran, tanpa ukuran. [7] Obskurantisme klerikal: Pandangan yang berdasarkan mistik keagamaan, yang didukung oleh lingkungan pengaruh Gereja.
[1] Skeptisisme: Aliran filsafat di zaman keruntuhan sistim perbudakan di Yunani dan Roma. Aliran tersebut menyangsikan kemungkinan adanya pengetahuan yang terpercaya tentang kebenaran objektif dan selanjutnya tentang perkembangan fikiran manusia.
— — — — — — — — —
Terjemahan dari kumpulan karya Lenin, jilid XXXVIII, edisi ke-IV Bahasa Russia, dengan mempergunakan juga “Pustaka Ketjil Marxis Sembilan Belas” terbitan Jajasan “Pembaruan”, 1958. Penerjemah: Suar Suroso.


© PEMBEBASAN 2010 - 2024