Pelajar Chili Melawan Neoliberalisme: Memenangkan Pendidikan Gratis
date
May 2, 2022
slug
pelajar-chili-melawan-neoliberalisme-memenangkan-pendidikan-gratis
status
Published
tags
Artikel
summary
Biaya pendidikan sangatlah tinggi. Menurut Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), Chili merupakan negara dengan pendidikan yang termahal di dunia, yakni mencapai 3.400 dolar per tahun. Padahal gaji rata-rata pekerja di Chili hanya 8.500 dolar. Ini berarti setiap keluarga membayar biaya pendidikan 75% dari total pendapatan.
type
Post
Property
Semenjak kudeta yang dilakukan oleh militer pimpinan Augusto Pinochet dengan bantuan CIA terhadap presiden sosialis, Salvador Allende, Chili segera berubah menjadi laboratorium penerapan Neoliberalisme. Sekelompok ekonom muda Chili University of Chicago –pengikut Milton Friedman—yang dikenal dengan sebutan Chicago Boys, masuk menjadi tulang punggung rezim Pinochet.
Bekerja sama dengan IMF, dari tangan merekalah ide-ide neoliberal dipraktikkan melalui privatisasi aset-aset pemerintah, membuka investasi swasta berbasis sumber daya alam (perikanan dan kehutanan), memfasilitas investasi-investasi asing dan membuka perdagangan bebas (J. Petras & F.I. Leiva, 1994; Harvey, 2005).
Neoliberalisme juga mengubah wajah pendidikan di Chili menjadi “Komoditas” dan tambang “Investasi”. Akibatnya pendidikan jadi hanya diakses oleh segelintir orang dan menjadi alat untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Biaya pendidikan sangatlah tinggi. Menurut Organisasi Kerja sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), Chili merupakan negara dengan pendidikan yang termahal di dunia, yakni mencapai 3.400 dolar per tahun. Padahal gaji rata-rata pekerja di Chili hanya 8.500 dolar. Ini berarti setiap keluarga membayar biaya pendidikan 75% dari total pendapatan. Hal itu menyebabkan banyak sarjana lulusan perguruan tinggi di Chili terjerat utang untuk membiayai pendidikannya, serta tak sedikit pula mahasiswa dari keluarga miskin yang harus putus sekolah karena tak cukup memiliki uang.
Pelajar meletuskan revolusi pinguin
Neoliberalisasi pendidikan tidak kunjung hilang meskipun rezim Pinochet telah tumbang, hingga puncaknya pada 2006 protes besar yang diinisiasi oleh para pelajar sekolah menengah atas terjadi.
Mereka menuntut pendidikan gratis, demokratisasi, dan penghilangan segregasi dalam pendidikan. Gerakan yang dilakukan para pelajar SMA ini sering disebut sebagai “Revolusi Pinguin” merujuk pada seragam berwarna hitam dan putih yang digunakan ketika melakukan demonstrasi. Revolusi Pinguin mendapat dukungan besar dari serikat, mahasiswa, buruh, dan masyarakat adat Chili.
Revolusi Pinguin memang belum mampu untuk mendorong perubahan yang cepat dan radikal terhadap UU Pendidikan di Chili (LOCE), tapi mampu memaksa pemerintah menggelontorkan anggaran tambahan untuk program pendidikan dasar. Tapi yang lebih penting Revolusi Penguin berhasil menginspirasi gerakan yang lebih besar lagi pada tahun 2011 yang disebut dengan gerakan “Chilean Winter” merujuk aksi-aksi dilakukan ketika Chili memasuki musim dingin kala itu.
Gerakan ini dipicu oleh rencana kebijakan Joaquin Lavin, Menteri Pendidikan Chili, yang hendak menambah suntikan dana pemerintah untuk universitas non-negeri (swasta). Tuntutan dalam aksi ini tidak main-main dan sangat politis, yakni penyediaan pendidikan gratis untuk semua rakyat Chili, dan pendanaan pendidikan publik yang dikelola oleh negara, reformasi pajak, hingga tuntutan menasionalisasi perusahaan tambang tembaga. Aksi berlangsung selama 7 bulan lebih terhitung sejak 28 April 2011 dengan metode yang sangat variatif. Mulai dari pemogokan, pendudukan gedung-gedung sekolah dan kampus, hingga pertunjukan seni di jantung kota.
Meskipun diinisiasi oleh mahasiswa, Chilean Winter menolak disebut sebagai gerakan mahasiswa. Alasannya karena gerakan ini adalah gerakan multisektor kelas tertindas, mulai dari pelajar sekolah menengah, guru, buruh dan petani. Sektor yang juga menjadi korban dari Neoliberalisme. Mereka bersatu dalam sebuah wadah front populer. Front populer berisikan organisasi dan individu yang heterogen dengan spektrum ideologi politik yang beragam seperti Marxis, Komunis, Anarko, dan kelompok Agamis (Gereja).
Gerakan ini bukannya tanpa hambatan. Presiden Piñera melakukan berbagai cara represif dalam menghalau gerakan rakyat. Represi dilakukan dengan merancang kerusuhan di antara massa aksi dengan menyusupi barisan massa aksi dengan preman dan intel. Pinera juga menerapkan peraturan larangan turun ke jalan demi keamanan nasional. Akibat dari tindakan represif ini sekitar 40 orang pelajar ditahan sementara seorang pelajar dilaporkan tewas.
Kemenangan gerakan menuntut pendidikan publik ini didapat pada Desember 2014 setelah Menteri Dalam Negeri Chili, Rodrigo Penailillo, menyatakan akan mengakomodasi tuntutan gerakan dan memberlakukan pendidikan gratis pada Maret 2016. Pembiayaan pendidikan publik di tingkat Universitas yang membutuhkan 8.3 juta dolar setiap tahun, didapat dengan memberlakukan pajak progresif 27% kepada perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Chili.
Kemenangan tersebut tidak bisa dilepaskan dari strategi politik gerakan dengan berupaya merebut posisi negara. Salah satu taktik yang dilakukan adalah dengan menempatkan wakil-wakil mereka di parlemen (5) dan mengusung Michelle Bachelet Jeria sebagai presiden di Pemilu 2013. Bachelet yang diusung aliansi sayap Kiri akhirnya memenangkan pemilu dan resmi menjadi Presiden pada 11 Maret 2014. Setelah itu baru kebijakan pendidikan publik ditetapkan pada Desember 2014.
Bisakah Indonesia mengikuti Chili?
Indonesia dan Chili berbagi sejarah kelam yang sama. Kudeta Pinochet terhadap Allende bahkan secara terang-terangan meniru apa yang dilakukan oleh Soeharto (yang dibekingi CIA) terhadap rezim Soekarno. Hal ini bisa dilihat dengan digunakannya nama “Jakarta Operation” sebagai nama gerakan kudeta oleh Pinochet. Beberapa pola yang mirip antara lain adalah beredarnya dokumen tentang perencanaan pembunuhan para jenderal dan komandan militer. Di Indonesia disebut dengan isu Dewan Jenderal. Kemiripan lain, beredar selebaran dan surat di kalangan militer dengan sandi Djakarta Se Acerca (Djakarta sudah dekat), mengacu pada pembunuhan pimpinan tinggi militer.
Seperti juga Chili, arah ekonomi Indonesia bergerak ke arah Neoliberalisme. Dalam sektor pendidikan misalnya, pemerintah Indonesia melepaskan tanggung jawab mengelola pendidikan melalui mekanisme pasar. Salah satu perangkatnya adalah aturan PTN-BH (Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum) yang memberikan otonomi dalam pengelolaan keuangan sekaligus menjadi unit bisnis baru. Kampus yang sejatinya adalah lembaga pendidikan menyaru menjadi korporasi dengan orientasi mengakumulasikan keuntungan.
Di sisi lain, universitas yang belum memiliki status PTN-BH harus dihadapkan dengan kontradiksi dalam era neoliberalisasi pendidikan ini. Mereka tidak sepenuhnya dilepas secara mandiri untuk mengelola keuangan dan tidak dapat bekerja sama dengan pihak swasta secara leluasa. Alhasil universitas-universitas tersebut menjalankan kebijakan menampung sebanyak-banyaknya mahasiswa agar meraup pundi-pundi uang, atau dengan melakukan berbagai pungutan dari mahasiswa, contohnya adalah parkir berbayar. Jangan pula lupakan wacana presiden Jokowi beberapa waktu untuk memberikan pinjaman pendidikan (Student Loan). Ini seperti yang telah dilakukan di Chili dan pada akhirnya melontarkan para mahasiswa miskin ke dalam lingkaran utang.
Berbagai kesamaan di atas seyogyanya bisa menjadi alasan kita untuk mempelajari gerakan pelajar di Chili. Dengan segala dinamika dan kekurangannya gerakan pelajar Chili ternyata mampu menunjukkan bahwa pendidikan gratis bisa terwujud.
Meski banyak kesamaan, nyatanya tantangan besar yang masih menjadi hambatan bagi gerakan pelajar di Indonesia. Gerakan mahasiswa memiliki kecenderungan yang elitis, tidak mau membuka diri terhadap sektor lain di luar mahasiswa. Hali itu diperparah dengan dogma gerakan moral anti politik yang masih menempel pada mayoritas mahasiswa. Keberanian kaum pelajar menengah atas saat aksi #ReformasiDikorupsi lalu menjadi kurang menggigit karena mahasiswa yang seharusnya menjadi sekutu di lapangan nyatanya masih terkungkung kesadaran elitis yang menempel rapat pada almamaternya.
Pekerjaan besar untuk membawa kesadaran penuh bahwa pelajar dan mahasiswa adalah juga bagian dari rakyat harus terus disebarluaskan, karena seperti di Chili, mereka sadar bahwa Neoliberalisme tidak hanya melukai sektor pendidikan, tapi juga sektor buruh, petani, rakyat miskin kota, dan masyarakat adat.
Ditulis oleh: Sekar Kinanti