Aksi Peringatan Reformasi: Aliansi Rakyat dan Mahasiswa Nusa Tenggara Barat Serukan Persatuan

date
May 24, 2022
slug
aliansi-rakyat-mahasiswa-ntb-melawan
status
Published
tags
Reportase
Sikap
summary
Sejumlah kebijakan yang anti-rakyat termanifestasi dalam penghapusan subsidi migas, privatisasi sektor publik, deregulasi, dan peningakatan devisa melalui perdagangan, Pajak, dan eksploitasi buruh migran. Maka kerjasama internasional CEPA, BRI, MEA, KTT G20 dan lainnya yang diiming-imingi oleh rezim menuju Indonesia maju justru menjadi malapetaka bagi rakyat Indonesia dengan menanggung hutang luar negeri, serta merasakan dampak dari inflasi dan kenaikan harga secara internasional.
type
Post
Property
Dokumentasi Aliansi Rakyat dan Mahasiswa Nusa Tenggara Barat (ARM-NTB) Melawan
Dokumentasi Aliansi Rakyat dan Mahasiswa Nusa Tenggara Barat (ARM-NTB) Melawan
Reporter: Fuego
Mataram (23/5) Mahasiswa dan rakyat di Kota Mataram yang tergabung dalam Aliansi Rakyat dan Mahasiswa Nusa Tenggara Barat (ARM-NTB) Melawan, melakukan aksi demonstrasi dalam rangka memperingati peristiwa reformasi.
Adapun elemen mahasiswa dan rakyat yang tergabung dalam aliansi ini, antara lain:
  1. PEMBEBASAN
  1. Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI)
  1. Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR)
  1. IRNAMA
  1. FK-MOD
Aksi peringatan ini juga dijadikan sebagai ajang untuk menyuarakan berbagai gejolak dan krisis ekonomi yang tengah dialami oleh rakyat Indonesia di berbagai sektor. Adapun pernyataan sikap dari ARM-NTB sebagai berikut:
|
|
Ketimpangan hak ekonomi dan politik rakyat Indonesia saat ini diperparah oleh rezim kapitalisme-neolib Jokowi-Amin yang selalu menyandarkan kebijakan pertumbuhan ekonomi terhadap pasar bebas, untuk kepentingan liberalisasi perdagangan dan privatisasi asset strategis.
Sejumlah kebijakan yang anti-rakyat termanifestasi dalam penghapusan subsidi migas, privatisasi sektor publik, deregulasi, dan peningakatan devisa melalui perdagangan, Pajak, dan eksploitasi buruh migran. Maka kerjasama internasional CEPA, BRI, MEA, KTT G20 dan lainnya yang diiming-imingi oleh rezim menuju Indonesia maju justru menjadi malapetaka bagi rakyat Indonesia dengan menanggung hutang luar negeri, serta merasakan dampak dari inflasi dan kenaikan harga secara internasional.
Dalam rangka pemulihan krisis ekonomi internasional dan mempercepat perampungan Rencana Program Jangka Menengah, pemerintah terus membuka pintu investasi sebesar-besarnya dengan target 900 T pada tahun 2021. Hal ini memperjelas bahwa kebijakan Omnibus Law Cipta Kerja, perpajakan, pemindahan IKN tentunya akan mengakomodir kepentingan pasar bebas dan investasi itu sendiri.
Karena pembangunan ekonomi regional yang  semakin massif saat ini, akan membutuhkan ekosistem rantai pasokan. Dengan demikian monopoli perdagangan industri, finansial, tekhnologi, tenaga kerja dan energi akan menjadi keuntungn bisnis akan semakin terpusat ke segelintir elit semata.
Kegagalan Rezim terhadap Pengendalian Harga
Alih-alih dapat melakukan proteksi dan pengendalian harga supaya tetap menjaga daya-beli masyarakat, bedasarkan pendapatan ekonomi riil masyarakat. Namun justru yang terjadi di tengah inflasi dan melonjaknya harga dunia, pemerintah ikut andil dalam bicara kestabilan harga dengan menaikan BBM Pertamax mulai April 2022. BBM Non-Subsidi Gasoline RON 92 (PERTAMAX) disesuaikan harganya menjadi 12.500/liter dari harga sebelumnya Rp 9000/liter. Dalam hal ini kenaikan harga sekitar 3500. Dalam perpektif pemerintah masih merupakan kenaikan yang rendah akibat peningkatan harga minyak dunia.
Indonesia merupakan Negara net-importir komoditas minyak dan gas, meskipun Indonesia memproduksi minyak mentah beserta turunannya, namun tercatat impor minyak dan gas sepanjang 2021 mencapai US$ 196,2 miliar atau setara dengan Rp 2,024 trilun. Situasi yang dapat terhindarkan adalah selain bertambahnyaa beban APBN  kenaikan harga minyak dunia akan menggeret berbagai kenaikan kebutuhan pokok lainya, LPG. Dengan demikian Kenaikan tersebut tidak hanya berhenti di situ, akan tetapi berdampak menyeluruh terhadap kenaikan harga barang dan kebutuhan pokok lainya. Mengingat produksi dan distribusi kita bergantung pada energi listrik, minyak dan gas.
Oleh karena itu ketika harga melonjak tinggi maka, kenaikan harga minyak goreng menjadi problem dalam kalangan ibu-ibu rumah tangga serta membuat harga barang lainya juga ikutan naik di pasar, hingga saat ini minyak goreng masih menjadi barang yang langka di pasaran, kenaikan harga minyak goreng telah terjadi sejak akhir tahun.
November 2021 harga minyak goreng kemasan bermerek sempat naik Rp 24.000/liter dan sampai saat ini masih bertahan dengan kisaran harga Rp 20.000/liter dari harga sebelumnya Rp 13.500-14.000. Dengan beberapa alasan turunya panen sawit pada panen semester kedua, adanya kenaikan permintaan CPO untuk pemenuhan industri biodiesel serta gangguan logistik selama pandemik-19.
Alasan tersebut masih mentah dibandingkan Indonesia dengan industri dan perkebunan kelapa sawit yang luas terutama di Riau 9,513,208 ton begitupun di Sumatra, Kalimantan, Jambi dan lain-lain yang berkontribusi besar dalam menghasilkan sawit.
Artinya wacana kenaikan harga minyak goreng sesungguhnya tidak dipengaruhi dengan alasan brutal rezim yang berkuasa melainkan ketidakmpuan pemerintah dalam melakukan kontrol dan distribusi minyak goreng, akibatnya harga minyak menjadi barang yang dimanfaatkan oleh sekelompok orang/konglomerat dengan melakukan penumpukan barang sehingga ketika barang menjadi langka dengan mudah mereka menaikan harga yang tinggi untuk memperoleh keuntungan yang lebih banyak.
Kegagalan Rezim dalam Sektor Ketenagakerjaan
Hak untuk hidup layak dan sejahtera adalah hak asasi bagi setiap manusia. Tidak terkecuali bagi buruh yang bekerja di sektor manapun. Tidaklah adil, kesejahteraan hidup hanya diperuntukkan untuk sebahagiaan kecil manusia yang mampu mengakumulasi sumberdaya alam (borjuasi) dan berstatus pejabat politik.
Untuk memberikan jaminan penghidupan yang layak dan sejahtera, buruh perlu diberikan upah secara layak. Buruh tidak boleh didiskriminasi dengan hanya diberikan upah minimum untuk keberlangsungan hidupnya. Kehidupan layak dan sejahtera yang menjadi hak setiap manusia tidak akan mampu dipenuhi dengan hanya memberikan upah minimum.
Diskriminasi yang dialami oleh sebagian besar manusia di Indonesia (buruh Indonesia) telah berlangsung cukup lama. Semenjak terbitnya UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan tentunya  menjadi awal terhadap diskriminasi buruh yang dilegalkan oleh pemerintah (Negara).
Berdasarkan UU tersebut bahwa upah bagi buruh ditetapkan berdasarkan komponen hidup yang sangat minimun bagi manusia. Tidak selesai dengan upah minimum yang ditetapkan berdasarkan UU tersebut, diskriminasi terhadap buruh makin diperparah dengan diterbitkannya PP No. 78 pada tahun 2015. PP ini menyingkirkan keterlibatan buruh dalam menentukan nasibnya pada penetapan upah berdasarkan satuan waktu dan satuan hasil kerja.
Tahun 2020 buruh makin dikerdilkan akan hak hidup layak dan sejahtera dengan diterbitkannya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan melakukan pengaturan pada klaster ketenagakerjaan. Belum selesai diskriminasi hak yang termuat dalam UU Cipta Kerja, PP 36 kembali diterbitkan pada akhir 2021 untuk memandu pengupahan pada tahun 2022.
Mengacu pada regulasi tersebut pemerintah menjadi aktor utama dalam mendiskriminasi penegakan hak hidup layak bagi buruh demi menjamin hak akumulasi bagi sebagian kecil manusia dalam menumpuk kekayaan (borjuasi) dengan label penciptaan iklim ramah investasi. Demikian halnya keadaan sistem pengupahan di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Jangankan memberikan jaminan upah yang layak untuk menegakkan hak hidup layak dan sejahtera bagi buruh, memberikan jaminan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku pada sektor ketenagakerjaan yang menerapkan upah minimum saja tidak mampu ditegakkan. Hal tersebut terjadi dengan adanya banyak pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan/pengusaha pada setiap sektor kerja yang ada di NTB.
Di tengah carut-marutnya situasi Negara dalam menangani Covid-19 hari ini yang ternyata memberikan dampak yang sangat luar biasa bagi kehidupan pekerja/buruh di Nusa Tenggara Barat.
Pada tahun 2020 sebanyak 598 (lima ratus sembilan puluh delapan) pekerja/buruh yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Selain itu 3.114 (tiga ribu seratus empat belas) pekerja/buruh yang dirumahkan dan 541 (lima ratus empat puluh satu) pekerja/buruh mendapat pengurangan jam kerja hal ini sesuai dengan apa yang dilansir oleh media (lombokpos.jawapos.com).
Dan di lain sisi masifnya investasi yang terjadi di NTB juga tidak mampu menjawab kehidupan masyarakatnya menjadi sejahtera. Hal itu dibuktikan oleh investasi yang masuk saat ini hanya dimuarakan pada kepentingan investor/pengusaha dalam bisnisnya karena dari segi Sumber Daya Manusia (SDM) di NTB masih sangatlah rendah, hal ini terlihat dari kualitas pendidikan NTB pada tahun 2020 saja masih pada urutan ke 33 dari 34 provinsi, di sisi yang berbeda pada tahun 2020 realisasi investasi di NTB mencapai Rp 11,6 triliun, hal itu membuktikan bahwa investasi yang masuk di NTB lebih tinggi dari target yang diprogramkan oleh Pemerintah Pusat yaitu 6 triliun dan target RPJM NTB 11,5 triliun.
Sedangkan tahun ini, NTB membuka pintu selebar-lebarnya bagi investor demi mencapai target investasi yang tidak memiliki dampak apapun bagi kesejaterahan masyarakat NTB. Dari hal ini bisa kita simpulkan bahwa Pemerintah Daerah NTB memberikan peluang bagi Korporasi dan Pengusaha dari luar untuk mengelola sumber daya alam di NTB sedangkan masyarakat hanya akan di jadikan sebagai pekerja/buruh upah murah untuk memperlancar investasi tersebut.
Kegagalan Rezim terhadap Sektor Pendidikan
Kapitalisasi pendidikan dalam Omnibus Law dan Kampus Merdeka melalui hadirnya para pemodal untuk berinvestasi dan mengintervensi pendidikan tinggi, tentu adalah suatu hal yang patut untuk kita lawan. Perguruan tinggi sebagai lembaga publik di bidang pendidikan semestinya mementingkan kepentingan-kepentingan publik. Sementara ketika para pemodal berinvestasi di dalam perguruan tinggi, mereka tentu memiliki kepentingannya sendiri, tidak lain demi meraup keuntungan dari segi modal. Selain Kampus Merdeka yang saling dukung-mendukung dengan Omnibus Law, dalam Undang-Undang sapu jagat tersebut, sebenarnya ada beberapa pasal yang berkaitan dengan pendidikan tinggi. Misal, pasal 68 poin (6), dalam Omnibus Law telah memberi keleluasaan pada investor asing untuk menanamkan modalnya pada sektor pendidikan dalam hal ini perguruan tinggi.
Selain itu, mempertegas peralihan status pendidikan dari sekedar hak warga negara menjadi barang jualan jasa. Lalu juga ada pasal 69 poin (2) yang mengusahakan bagaimana kampus diberikan kemudahan dalam membuka program studi yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Dua pasal dalam Omnibus Law tersebut, kemudian didukung dengan adanya kebijakan Kampus Merdeka yang dibuat oleh Nadiem. Dalam Kampus Merdeka, terdapat empat poin utama yang dijadikan program utama Nadiem di perguruan tinggi.
Pertama, perguruan tinggi memiliki otonomi atau keleluasaan dalam pembukaan program studi baru. Kedua, kemudahan proses akreditasi perguruan tinggi. Ketiga, memberi kemudahan bagi perguruan tinggi berstatus Badan Layanan Umum (BLU) dan Satuan Kerja untuk menjadi perguruan tinggi berbadan hukum (PTN-BH). Keempat, kebijakan bagi mahasiswa untuk mengambil 40 SKS (2 semester) di luar perguruan tinggi ditambah 20 SKS--satu semester--dengan prodi berbeda di perguruan tinggi sendiri. Empat poin dalam Kampus Merdeka tersebut mengacu pada Permendikbud No. 3, 4, 5, 6, 7 Tahun 2020.
Kemudahan-kemudahan yang ada di dalam Kampus Merdeka itu sama dengan Undang-Undang Omnibus Law. Lebih lanjut tahun 2022 pemerintah mewacanakan akan melakukan revisi UU SISDIKNAS dengan merampungkan UU sisdikas tahun 2003, UUPT No. 12/2012, kurikulum 2016 yang dalam prosesnya pemahasan revisi tersebut dilakukan sepihak dan draf penyusunan yang masih tertutup.
Situasi ini memberikan kemudahan bagi investor untuk berinvestasi dalam mencari keuntungan modal yang sebesar-besarnya. Banyak peraturang-peraturan dan proses-proses yang dihapus dalam Kampus Merdeka dan revisi UU SISDIKAS dari kebijakan sebelumnya, sehingga memberikan karpet merah bagi para pemodal untuk masuk di dalamnya.
Dengan diadakannya program kampus merdeka, maka mempermudah Perguruan Tinggi untuk Menjadi PT/N-BH. Kita tentu sadar, bahwa PT/N-BH adalah praktik neo-liberalisasi pendidikan yang sudah berjalan sebelum adanya kebijakan Kampus Merdeka.
Di mana, dengan wacana otonomi perguruan tinggi, menandakan bahwa negara telah lepas tangan terhadap pendidikan. Hal ini kemudian membawa kita ke persoalan berikutnya: karena pasar bebas menyaratkan tidak adanya campur tangan pemerintah demi tercapainya kompetisi yang adil, maka adanya pemberian subsidi di perguruan tinggi maupun swasta hanya akan mengacaukan persaingan pasar.
Bahkan subsidi itu sendiri dianggap sebagai bentuk pemborosan anggaran negara. Ketimbang mengalokasikan proporsi anggaran yang besar untuk membiayai pendidikan secara tidak produktif, lebih baik jika anggaran ini digunakan untuk membangun sektor-sektor produktif untuk memutar roda ekonomi secara langsung.
Pada akhirnya, pendidikan tetap menjadi barang mewah bagi rakyat yang harus mengeluarkan sekian puluh juta untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Hal tersebut mencabut akar pendidikan sebagai hak yang tertuang dalam UUD 45.
Gerakan Rakyat dan Wacana Pemilu 2024
Mengingat Indonesia akan melaksanakan kontestasi Pemilu 2024, tentu akan banyak wacana dan isu yang dibungkus berdasarkan kepentingan elit politik. Secara politik wacana 3 periode, penundaan pemilu dan revisi Undang-Undang Pemilu adalah upaya kelas yang berkuasa dalam mempertahankan dominasinya. Untuk itu pengertian “Negara” dalam kacamata kekuasaan borjuis di negara manapun, tentu dijadikan sebagai alat untuk melegitimasi produk/undang-undang yang menguntungan kelompok oligarki serta melanggengkan struktur penindasan terhadap rakyat.
Pernyataan tersebut menjadi gambaran bahwa demokrasi dalam logika kekuasaan pemodal adalah usaha untuk mempertahankan kedaulatan politik penguasa, baik dalam cara pandang demokrasi otoriter, demokrasi liberal maupun demokrasi langsung. Untuk itu kepentingan politik rakyat harus bersandar terhadap kepentingan kelas rakyat tertindas yang berjuang terhadap kepentingan kesejahteraan ekonomi dan merebut kedaulatan politiknya.
Lalu di mana posisi mahasiswa dan kemana arah gerakan rakyat Indonesia?
Dari peristiwa penggulingan 1998 sudah menjadi sempel bagi gerakan mahasiswa sesungguhnya harus mampu mempelopori persoalan yang substansi  dan mengakar, tidak melihat persoalan pada sisi tertentu baik rezim, oknum dan lain-lain, sehingga tidak terkooptasi terhadap isu elitis yang makin menjauhkan dari kepentingan masyarakat.
Karena pada prinsipnya, mahasiswa mampu menerjemahkan situasi tersebut dengan pemahaman yang jujur berdasarkan kajian yang menyeluruh, isu ekonomi dan kesejahteraan rakyat berdasarkan kebutuhan sektoral rakyat menjadi penting, baik harga kebutuhan pokok masyarakat, pertanian, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan dan lainnya.
Dengan begitu, mahasiswa bisa meletakkan isu normatif rakyat menjadi pemahaman terorganisir untuk memuarakan perlawanan dengan tuntutan dan program yang mengakar untuk seluruh rakyat Indonesia.
Berdasarkan kondisi tersebut maka kami dari Aliansi Rakyat dan Mahasiswa NTB Melawan menyatakan sikap:
1. Stop pembungkaman terhadap gerakan rakyat.
2. Sita aset dan harta koruptor.
3. Hapus utang luar negeri
4. Hapus MOU Polda NTB dengan seluruh Kampus di NTB.
5. Tolak Program Komcad TNI.
6. Tarik Militer yang Menopang Food Ested di Tanah Papua.
7. Lawan seksisme dan aktivis cabul.
8. Bebaskan seluruh tahanan politik Papua sebagai upaya pembungkaman ruang demokrasi.
9. Tolak pertemuan KTT G-20 2022 di Bali.
10. Berikan Kebasan Akademik bagi Mahasiswa NTB.
11. Wujudkan Jamsos bagi seluruh rakyat Indonesia.
12. Berikan aturan yang mengatur soal Komoditi Pertanian di NTB.
13. Naikan harga jagung, padi dan komoditi lainya di NTB.
14. Tindak dan hentikan pengecer dan distributor pupuk nakal di area NTB.
15. Cabut UU No. 11 Tahun 2020 tentang Ciptakerja beserta aturan turunanya.
16. Berikan sarana dan prasarana yang layak bagi SDN 5 Teke.
17. Berikan transparansi tentang Keuangan BPJS.
18. Lawan Kapitaliasasi Pendidikan.
19. Wujudkan upah layak nasional.
20. Berikan jaminan kepastian kerja bagi seluruh pekerja Indonesia.
21. Revisi UU Pemilu dan Parpol.
22. Stop perampasan tanah rakyat.
 
Medan Juang, Mataram, 23 Mei 2022
ARM NTB Melawan

© PEMBEBASAN 2010 - 2024